Tuesday, June 05, 2007

Membela Bangsa, Ngapain?

Sejak awal berdirinya Republik ini, saya mendengar banyak sekali cerita-cerita tentang bagaimana tentara dan rakyat bergabung untuk melawan penjajah. Rakyat bahkan rela mati oleh pasukan pendudukan karena mereka menyembunyikan anggota dari TKR, BKR atau TRI di rumah mereka. Pada saat itu, bisa saya katakan bahwa TNI telah bermanunggal dengan rakyat atau sistem pertahanan rakyat semesta telah tercapai. Sebuah keadaan yang ideal antara TNI dan rakyat yang selalu ingin dicapai oleh TNI modern dalam melawan kekuatan baik asing maupun teroris dalam negeri.

Namun dengan seiringnya waktu, selama rezim orde baru tentara dijadikan alat kekuasaan oleh Presiden Soeharto untuk melakukan tindakan-tindakan yang ditujukan untuk meredam rakyat dan melanggengkan kekuasaan. Tentara tidak lagi bersama rakyat, malah bersama dengan penguasa. Hal ini, berlangsung terus menerus sehingga mengakibatkan rakyat dan tentara tidak saling percaya lagi, sehingga kemanunggalan TNI tidak tercapai pada masa tersebut.

Jika kita kaitkan dengan level kenasionalismean bangsa Indonesia, sangat yang sangat rendah saat ini, jangan harap TNI bermanunggal dengan rakyat apalagi rakyat ada dibelakang TNI. Sekarang, rakyat Indonesia terkesan diam saja ketika pulau sipadan dan ligitan diambil asing, rakyat tidak berontak ketika Singapura mengeruk pasir laut, dan bodo amat kalau TNI-AL terkepung oleh angkatan laut Diraja Malaysia. Mengapa hal ini terjadi? Sangat rasional, hal ini terjadi karena rakyat tidak lagi memiliki apa-apa yang harus dipertahankan, tanah tidak punya karena dirampas oleh mafia tanah dan di Porong ditenggelamkan oleh lumpur, tambang-tambang tidak punya dan dimiliki asing, hutan digunduli dan dibekingi oleh tentara, karena hutan digunduli tentu saja satwa langka hilang, yang mereka punya sekarang, tinggal nyawa. Tak ada lagi kebanggaan, harta nasional dan pribadi yang dapat diberikan ke anak-cucu mereka, jadi buat apa mereka berjuang? Untuk diambil lagi harta mereka? Untuk membela tanah mereka yang dirampas oleh asing? Untuk membela hutan mereka yang dikuasai oleh penguasa zalim yang dibekingi oleh tentara? Harta rakyat pun diberi pajak yang kemudian diambil untuk membiayai tentara yang menembaki rakyat kecil di Pasuruan, di Tanjung Priok (dulu) dan di tempat-tempat yang lain. Mending ikut sama teroris kan? Nyawa yang menjadi harta terakhir hilang, tapi digantikan dengan kehidupan enak disurga dan ditemani bidadari yang bermata seperti merpati lagi, daripada di dunia… miskin. Jadi, jangan salahkan JI, Al-Qaeda atau alien untuk permasalahan terorisme yang merebak di bumi pertiwi. Lah, ngapain bela tanah air? Toh, negeri ini milik asing dan pengusaha-penguasa.

Jikalau tentara benar-benar membutuhkan bantuan dari masyarakat untuk menjaga kedaulatan RI, jawabnya sederhana saja, sediakan mereka sesuatu untuk dipertahankan! Jangan seperti sekarang. Saya masih berharap dimasa depan, untuk menghadapi globalisasi dan ancaman-ancaman modern seperti terorisme dan pencurian kekayaan alam oleh asing, kemanunggalan TNI dan rakyat adalah hal yang harus dicapai. Jadi TNI, jangan arogan, Ingat bahwa peluru kalian berasal dari pajak, gunakan lah itu untuk menumpas para penjarah ibu pertiwi jangan gunakan untuk menembaki kawan sendiri apalagi ibu-ibu dan anak kecil. Saya percaya ditangan Jendral-Jendral TNI sekarang, reformasi dan wajah baru TNI akan dibentuk.

Ivan Sugiarto Widodo

Presiden Perkumpulan Studi Ilmu Kemasyarakatan (13504149)

No comments: